Kamis, 13 November 2014

Keluarga Terpisah Pulau

Oleh: Sabrina Argentum

Keluargaku memang terkenal sebagai keluarga nomaden. Entah berapa kali bapak pindah kerja. Bukan pindah pekerjaan lho, tapi penempatannya yang berpindah-pindah. Kepindahan bapak juga menjadi alasan kami sering mengalami LDR alias Long Distance Relationship. Sejak Mbak Galuh masih bayi, sampai saat ini. Sebuah resiko yang harus ditempuh demi menghidupi keluarga. Angkat topi untuk bapak ibu yang sampai saat ini masih bersama meskipun terlalu sering berpisah.

Mungkin akan terdengar biasa bila dalam sebuah keluarga hanya ada satu atau dua anggota keluarga yang terpisah pulau. Pernah suatu saat, keluarga kami terpencar di empat pulau yang berbeda. Jangan bayangkan keluarga kami berupa keluarga besar, karena orang tuaku menganut anjuran pemerintah untuk ber-KB (Keluarga Berencana). Bisakah terbayang dalam satu keluarga dengan empat orang anggotanya terpisah di empat pulau yang berbeda?

Saat itu aku kelas XII masih di awal semester. Bapak akan dipindah lagi ke Pulau Buton, salah satu pulau yang berada di kaki huruf K Sulawesi, tepatnya di Provinsi Sulawesi Tenggara. Saat yang bersamaan, mbakku sudah di Jogja untuk melanjutkan studinya di sebuah universitas tertua di Indonesia. Ibu yang awalnya memberatkanku yang tetap tak mau ikut pindah dari Balikpapan, mulai terlihat gamang. Pastilah berat untuk melepas bapak sendiri di tengah pulau antah berantah di tengah terpaan kabar perselingkuhan beberapa rekan kerja bapak. Jalan tengah pun diambil, ibu ikut bapak sementara aku tetap di Balikpapan bersama kakak sepupu dan keluarganya. Sampai sini, keluargaku terpisah di tiga pulau.
***
Sudah lima bulan orang tuaku pindah ke Pulau Buton. Rumah dan seisinya, termasuk biaya listrik dan belanja bulanan aku yang mengatur. Tak apa, hitung-hitung jadi ibu rumah tangga sejak dini. Kapan lagi bisa belajar gratis seperti ini? Hehehe.

Setiap sebulan sekali ibuku pulang ke Balikpapan. Terkadang bersama bapak, tapi lebih sering sendiri. Saat ini ibu pulang, sendiri karena bapak ada urusan pekerjaan di Makassar. Berbagai oleh-oleh khas Buton dibawakan untukku. Bahkan beberapa ekor lobster besar yang konon katanya di Buton murah harganya. Bahagia? Pasti dong. Bisa kumpul lagi itu menyenangkan, meski kadang menyulut emosi dari kami sendiri. Hihihi. Karena lapar dan ngiler lihat lobster besar-besar yang harganya selangit, segera kukunyah beberapa potongan yang mampu aku ambil.

“Bu, kalau bapak ke Makassar gitu, Ibu selalu ikut?” tanyaku disela mengunyah lobster.

“Ya enggak. Kalau pas libur sih Ibu bisa ikut. Tapi kalau nggak ya, di Buton aja.”

Uhuk! Tiba-tiba aku tersedak dengan pengakuan ibu. Jadi kalau bapak sedang di Makassar yang berada di Pulau Sulawesi, ibu di Pulau Buton, Mbak Galuh di Jogja, dan aku di Balikpapan, kami semua berbeda pulau? Ternyata hebat juga keluargaku. Prinsip  Bhineka Tunggal Ika yang benar-benar dijalankan. Berbeda-beda pulau tapi masih satu keluarga utuh. Keluarga hebat!

Jogja, 13 November 2014


Aku Ingin Bapak, Bukan Suara Bapak!

Oleh: Sabrina Argentum

Saat itu, aku masih mengenakan seragam putih merah dan bapak yang telah menyelesaikan tugas belajar kembali ke rumah. Betapa bahagianya aku, karena kini telah kembali berkumpul. Sejak aku mulai bisa mengenal bapak dan ibu, rumah ini sering sepi. Bapak yang ditugaskan di luar kota lalu dilanjutkan dengan tugas belajar di Jakarta. Ibu yang seorang guru di Suruh, Kabupaten Semarang, harus pergi sangat pagi agar tidak terlambat sampai di sekolah. Sehari-hari aku hanya ditemani oleh kakek dari ibu, Mbak Galuh dan seorang rewang.

Bapak adalah lelaki yang tampan, menurutku. Beliau adalah lelaki tertampan di dunia, tak ada yang mampu menandinginya. Bahkan artis-artis Hollywood maupun Bolliwood pun tak bisa menandingi ketampanan beliau. Bila ada beliau di rumah, rasanya aman sekali. Tak ada lelaki dengan angkot biru yang datang membawa beragam makanan untukku. Aku tak suka lelaki kurus dengan angkotnya itu. Karena dia telah membuat seorang wanita datang ke rumah dan mengamuk, hingga pecah mainan kesayanganku.

Tapi kebahagiaanku tak berlangsung lama. Tepat saat aku naik ke kelas empat dan dinyatakan diterima di sebuah sekolah unggulan di Salatiga, bapak harus pergi ke Kalimantan Timur. Jangan tanya perasaanku, pastilah sangat kesal! Bagaimana tidak kesal, bila baru ditemani barang dua-tiga bulan sudah ditinggal lagi. Apalagi perginya tidak bisa menggunakan bis seperti dulu, tapi harus pakai kapal. Dengan bis saja bapak hanya akan pulang seminggu sekali atau sebulan dua kali saja. Aku tak bisa membayangkan bila sudah pergi ke pulau seberang yang konon kabarnya berhutan lebat. Apa bagusnya pergi ke sana? Mau jadi orang hutan? Huh!

Hari demi hari berganti, sudah saatnya bapak pergi. Aku kesal, tapi entah kesal karena apa. Yang pasti aku berlari dan mengunci pintu kamar rapat-rapat saat travel siap membawa bapak pergi jauh. Entah apa yang ada di hati bapak saat itu, yang pasti beliau terus membujuk agar aku keluar. Ibu pun ikut membujuk tapi aku tetap tak mau dan menangis sejadi-jadinya.

Mungkin lelah membujukku, atau memang travel yang sudah tak bisa menunggu lama, akhirnya bapak pamit pergi dari balik pintu. Sebelum pergi, bapak berjanji untuk sering menelepon ke rumah. Kuabaikan saja ucapannya dan terus menangis. Sungguh, aku tak ingin kehilangan bapak lagi. Apalagi bapak mau pergi ke hutan.
***

Sebulan telah berlalu. Bapak belum juga pulang. Tapi beliau menepati janjinya untuk sering menelepon ke rumah. Aku tak tahu apakah beliau menelepon lewat telepon umum atau menggunakan telepon kantor. Saat itu sungguh aku tak peduli. Yang aku pedulikan adalah sekolahku yang semakin padat dan aku harus mengejar materi yang begitu banyak. SD Salatiga 2 kelas unggulan memang mengharuskan siswanya untuk masuk jam 7 tepat dan baru pulang jam 3 sore. Kelelahan ini sudah mampu sedikit mengusir rasa sepi dan kesal karena bapak pindah ke pulau yang penuh dengan hutan. Apa bagusnya Balikpapan sampai beliau tak pulang-pulang?

Sore itu, tepat saat aku baru menginjakkan kaki di rumah setelah seharian sekolah ditambah les bahasa inggris, telepon berdering. Ibu yang sudah duduk di samping meja telepon segera mengangkatnya. Tahulah aku, pasti dari bapak. Rasa sebal kembali hadir, aku segera berlari masuk ke kamar dan menguncinya rapat-rapat.

“Dek, ini bapak mau ngomong. Keluar, ya, Dek …. Kan Adek belum pernah ngobrol sama Bapak.”

“Emoh! Adek gak mau ngomong sama Bapak!” teriakku keras, berusaha mengusir Mbak Galuh.

“Tapi Bapak kangen sama Dek Fitri lho. Emang Adek nggak kangen Bapak?”

“Adek nggak kangen Bapak! Bapak jahat!”

Aku benci hanya suaranya yang hadir. Aku ingin ayahku kembali, bukan hanya suaranya.
***

4 Tahun kemudian di Balikpapan

“Ini anak saya yang bungsu, Pak.” Aku tersenyum canggung dan menyalami seorang lelaki yang sebaya dengan bapak, Pak Karno namanya. “Oo, ini yang pas Pak Rus awal ke Balikpapan trus nggak mau nerima telepon ya?”

Bapak hanya tersenyum mendengar ucapan Pak Karno. Sementara di dalam hatiku terasa sangat tidak nyaman. Betapa terkenalnya aku di kalangan rekan-rekan bapak di sini. Masalahnya terkenal bahwa aku tak mau menerima telepon dari beliau, bukan terkenal sebagai anak baik.

Sungguh saat itu aku ingin berlari menjauh, tapi tak mungkin. Tak ada yang mengerti kenapa aku berlaku seperti itu selain diriku sendiri. Aku hanya ingin ada di dekat bapak, bukan di dekat suara bapak. Aku tak mau menerima telepon bukan karena aku tak sayang, tapi karena aku tak ingin menangis saat mendengar suara bapak. Karena sungguh, aku merindukan untuk berkumpul dengannya seperti saat ini. Dan ternyata, Balikpapan bukan hutan, seperti yang kusangka saat itu. Mengingat itu, aku hanya bisa tersenyum malu. Maafkan Fitri, Pak.

Jogja, 13 November 2014

I love you, Dad

Selasa, 11 November 2014

Perokok Keren?

Rokok sudah sangat terkenal di negeri tercinta. Tua, muda, laki-laki, bahkan seorang wanita pun saat ini dengan mudahnya membawa dan menghisap benda silinder berwarna putih ini. Benda yang kecil, tapi memberikan efek besar, termasuk efek perdebatan. Bagi orang yang pro-rokok akan sangat mati-matian membela, dan sebagian lagi menentang. Saya termasuk penentangnya.

Seperti yang sudah-sudah, saya punya tugas mencari jurnal-jurnal internasional dan di-review. Hari ini pun begitu. Hari ini saya mencari tentang Stress oksidatif atau kerusakan di dalam tubuh karena penumpukan radikal bebas. Sesungguhnya di dalam tubuh ada mekanisme antioksidan yang akan menghambat menginaktifkan radikal bebas menjadi netral dan tidak merusak tubuh. Namun pada saat radikal bebas dalam tubuh lebih banyak daripada antioksidan, maka akan terjadi stress oksidatif yang berdampak pada kerusakan sel-sel tubuh, perubahan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Bisa dibayangkan bila sel-sel tubuh mengalami kerusakan, maka bersiaplah untuk menghadapi berbagai penyakit yang akan timbul.

Hari ini secara tidak sengaja saya menemukan sebuah jurnal tentang perubahan profil protein pada tikus jantan yang diberi paparan asap rokok. Tikus ini diberikan paparan rokok selama satu jam setiap harinya selama dua pekan. Hasil dari penelitian ini menyebutkan terjadinya stress oksidatif pada tikus yang terpapar asap rokok. Tikus mengalami kerusakan epididimis, dimana epididimis adalah tempat untuk mematangkan sel-sel sperma sehingga bisa membuahi sel telur. Dengan rusaknya epididimis, maka sel sperma yang dihasilkan tidak akan matang dan mengalami penurunan kualitas. Kalau kualitas sperma turun, maka sulit untuk menghasilkan anak.

Jadi, masihkah kalian berpikir bahwa para perokok itu keren?

Sumber: The alteration of protein profile induced by cigarette smoking via oxidative stress in mice epididymis (The International Journal of Biochemistry & Cell Biology 45 (2013) 571–582)


Minggu, 02 November 2014

Master Gila


Pendar-pendar jingga menerobos masuk ke dalam kamar yang gelap gulita. Jangan sengaja masuk ke sana bila tak ingin tersandung buku, baju, bahkan gelas, piring dan botol arak. Bau yang luar biasa menusuk hidung akan mudah kau temui. Tak ada seorangpun mampu hidup di tempat yang mirip bangkai kapal yang telah karam di dasar lautan selain Nando. Lelaki berkulit putih dengan mata elang yang terluka, badan membungkuk dan wajah yang lebih tua 10 tahun dari aslinya. Seorang bergelar master yang memutuskan untuk mengunci diri di tepian hati bersama kesunyian.
Tak banyak yang mengenal lelaki ini, selain dia adalah orang aneh, pengangguran, pemalas dan pemarah. Bahkan tetangganya menganggap dia sudah lama mati. Memang raganya masih ada, tapi jiwa dan akalnya sudah mati. Rumah tak terurus dan nyaris ambruk terkesan angker dan berhantu. Siapapun tak ada yang ingin lewat di depan rumah seram itu. Bila mampu, lebih baik mengambil jalan memutar. Tak apa lebih jauh dan lebih lelah, selama tak lewat rumah Nando.
Matahari sudah meninggi. Suara anak-anak dengan ceria menyenandungkan lagu-lagu pengantar sekolah dan aroma berbagai masakan dari ibu-ibu tetangga menyusup lembut melalui jendela kayu rapuh. Tapi Nando masih setia berada di atas pembaringan meski mata elang yang terluka telah terbuka sepenuhnya. Matanya nyalang, seperti melihat sesuatu di dalam kegelapan.
“Argh! Aku benci pagi! Aku benci hidup! Kenapa harus ada pagi yang merenggut kekasihku pergi dari sisiku?”
Teriakan kehilangan terdengar memekakkan, disertai dengan suara bantingan barang. Entah apa lagi yang bisa dibantingnya. Rasa-rasanya semua barang sudah pecah. Bayangkan saja, lima tahun dia terus seperti itu. Bangun pagi, berteriak dan membanting barang.
 Ya, lima tahun istrinya pergi karena tak tahan hidup dengan Nando yang hanya menghisap cerutu di rumah tanpa beranjak seditik pun untuk mencari pekerjaan. Dia enggan berjualan karena gengsi. Masa bergelar master harus berteriak keliling kampung menjajakan sayur atau sekedar duduk menjaga toko. Baginya gelar master itu hanya cocok untuk pekerjaan kantoran dengan dasi dan kemeja yang disetrika halus. Tapi dia pun tak ingin berkeliling kota menawarkan dirinya untuk bekerja. Maunya semua pekerjaan datang sendiri mencarinya.
Bayangkan, istri mana yang betah dengan suami yang semacam itu? Suami yang cerdas tapi pengangguran. Mungkin akan lebih baik suami yang tak terlalu cerdas tapi mau bekerja keras dan tidak mudah gengsi. Maka, pagi itu Nando tak menemukan istrinya di seluruh rumah. Hanya secarik kertas  bertinta biru tergeletak di atas meja tanda pamit sang istri. Dan sejak itu, Nando mulai gila.
***

Pagi itu terasa berbeda. Warga geger saat membaca koran pagi sebagai kawan minum kopi. Seorang master lulusan universitas ternama meminta pelegalan suntik mati. Siapapun yang membaca akan menganggap Sang Master pasti gila. Hanya orang gila yang mau minta dibunuh untuk mengakhiri hidup indahnya di dunia. Siapa yang rela hidup indah, tenang bersama wanita cantik nan lembut yang menyiapkan sarapan dan kopi di pagi hari, dan anak-anak mungil lucu yang bersiap berangkat ke sekolah dengan tas yang besarnya tak sebanding dengan tubuhnya. Apalagi yang meminta adalah seorang bergelar master dari universitas ternama yang ribuan orang berharap bisa menjadi bagian darinya. Orang itu gila!
Hey kawan, orang gila yang kau sebut-sebut itu tak lain dan tak bukan adalah Nando. Dia memang sudah lama gila, hilang kewarasannya sejak bertahun-tahun lalu. Hilang kewarasannya sejak kesombongan dan rasa gengsi menguasai jiwanya. Lebih-lebih setelah sang istri pergi karena tak tahan hidup tanpa asap di dapur.
Rumah seram yang pada hari-hari biasa sangat sepi, kali ini penuh dengan para wartawan dengan mike dan kamera di tangan. Mereka penasaran ingin meliput Sang Master Gila –begitu mereka menyebutnya.
Tak seperti biasanya, Nando sudah rapi dengan kemeja biru bergaris yang entah kapan terakhir dijamah dan celana pendek putih menutupi tubuh kurusnya. Dia berdandan rapi untuk menemui wartawan yang penuh rasa ingin tahu akan keputusan gila untuk bunuh diri secara legal. Siapapun tahu, bunuh diri tidak ada yang legal, bahkan ancaman neraka sudah menganga. Tapi bagi Nando, tak ada yang tak mungkin. Bila hukum manusia bisa dibeli, maka hukum Tuhan juga bisa diganti.
“Aku tak ingin hidup lebih lama karena toh aku sekarang sudah mati dalam kehidupan. Pemerintah tak memberiku makan meski aku bergelar master. Istriku pergi dengan lelaki lain. Di manakah keadilan hidup yang sebenarnya? Daripada aku mati dalam kehidupan, lebih baik aku dibunuh oleh pemerintah yang tak mampu menghidupi rakyatnya dengan baik,” begitu kelakarnya di hadapan kamera. Duhai, siapa yang mendengar dan tak ingin mengusap dada bila ada lelaki semacam itu?
***

Sebulan, dua bulan telah berlalu. Berita Nando ingin dibunuh pemerintah sudah lenyap ditelan bumi. Semua orang tak peduli lagi padanya. Kecuali seorang lelaki tua berpeci putih, marbot masjid di dekat rumah Nando.
Dengan sabar, dia selalu menghampiri Nando meski hardikan selalu terdengar. Sepiring nasi dengan lauk tempe atau tahu dan segelas teh hangat selalu dengan rutin dibawakan Sang Marbot. Karena jengah, akhirnya Nando mulai lunak padanya.
Hari demi hari terus berlalu. Sang marbot tua terus mendampingi Nando. Menceritakan hidupnya yang seorang diri karena istri dan anak yang terlebih dulu berpulang. Menceritakan bagaimana dia tetap bertahan karena yakin bahwa Tuhan Maha Adil dan tak akan menyia-nyiakan siapapun yang tetap mau berusaha. Dan Tuhan tidak melihat gelar yang disandang setiap makhluknya, hanya usaha dan kerja keras serta keimanan yang akan dinilai.

Tanpa disadari, hati Nando tersentuh. Air matanya menetes mengingat lima tahun atau lebih yang dia sia-siakan. Mata elangnya kini berembun, menatap isi rumah yang kini telah rapi dengan sentuhan Marbot tua dengan hati emas. Rasa malu menguasai jiwanya. Betapa Nando merasa menjadi pecundang yang terkalahkan dengan seorang tua namun masih berharap akan hidup yang lebih baik.
***

Sabrina Argentum
Jogja, 2 November 2014


Selasa, 15 April 2014

Jagung Manis


Sebenarnya ini edisi kepentok ide. Mendadak lihat ada jagung manis rebus di kulkas. Si gemuk kuning yang memikatku, yang mengantarkan aku menyandang gelar sarjana. Mungkin tulisanku hari ini akan sedkit berbeda. Aku ingin membagi sedikit ilmu yang kuperoleh di bangku kuliah. Mengupas jagung. Apa itu jagung, dari mana, apa keuntungan mengkonsumsi jagung manis.
Tanaman dengan nama latin Zea mays saccharata ini merupakan salah satu tanaman dari jenis rumput-rumputan, yang diduga berasal dari kultivar jagung Peru. Rasanya manis seperti namanya. Tapi bagi penderita diabetes tak usah merasa khawatir, jagung ini aman kok. Karena kandungan gula pada jagung manis bukan glukosa, melainkan fruktosa. Fruktosa tidak akan langsung dicerna tubuh, melainkan akan diolah dulu menjadi glukosa.
Bulir jagung mengandung karbohidrat, protein, lemak nabati, serat, vitamin dan mineral. Jagung juga kaya asam folat yang dibutuhkan ibu hamil. Asam folat dapat mengurangi resiko bayi lahir cacat atau berat bayi lahir rendah. Defisiensi (kekurangan) asam folat juga akan mengakibatkan ketidaksuburan dan resiko infeksi tinggi. Selain itu, asam folat membantu pergantian sel-sel tubuh yang rusak.
Jagung manis memiliki warna kuning yang menggoda. Makanan berwarna kuning dikenal dengan kandungan vitamin A yang tinggi. Warna kuning pada jagung juga menandakan jagung bermanfaat bagi paru-paru. Beta cryptoxantin dalam jagung dapat mencegah radikal bebas.
Banyak kandungan dan keuntungan memakan jagung. Sesekali mengganti nasi dengan jagung, tak ada salahnya. ada banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan. Semoga tulisan ini menambah ilmu kita.
Salam 
Sumber: Panduan Karbohidrat Terlengkap (Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS)

Minggu, 13 April 2014

Apa Yang Kau Jual


Sore ini selepas dari sebuah acara, saya lapar. Mampirlah saya ke warung mie ayam. Yang dijual seperti biasa, mie ayam, beraneka bakso, pangsit, dan aneka minuman. Dijualnya pun di punggir jalan. Biasa saja.Tapi luar biasa, mobil berderet penuh hendak parkir. Apa yang dijual sampai yang datang sedikit berbeda.Usut punya usut, ada nuansa berbeda yang ikut dijual di warung ini. Musik zaman dulu, rumah tua, lukisan tua yang entah asli atau palsu, dan bangkunya pun nyaman meski hanya bangku kayu. Cukup terpesona saya.Seketika ada pramusaji menghampiri, menawarkan berbagai menu yang biasa. Ku lihat daftar menunya biasa, tidak dihias apapun. Harganya masih wajar lah. Tapi ketika sang pramusaji membacakan pesanan kami , aku kembali takjub. Apa pasal? Si pramusaji membaca menu dalam bahasa jawa krama. Tidak aneh jika aku di Jogja atau Solo, tapi ini Surabaya! Hal yang jarang kutemui. Kupandangi pramusaji itu. Tak aneh, hanya bercelana, berkaos hijau dan tutup kepala seperti blangkon.Ok, aku sudah cukup terpesona dengan suasana. Apa rasanya mempesonaku?Akhirnya tibalah pesanan kami. Mie ayam bakso dan jeruk hangat. Sekali lagi, biasa! Yang aku sedih, porsinya lebih sedikit dari mie ayam yang biasa ku beli. Rasanya standar. Rasa daging pada bakso tidak begitu terasa. Banyak tepungnya.Di sini aku mengingat kuliahku dulu, mata kuliah industri jasa boga. Mengingat dulu harus merancang sebuah rumah makan. Mulai konsep tata ruang, daftar menu, dan suasana. Di mana rumah makannya, terjangkaukah? Daftar menu yang cantik dengan gambar yang memudahkan pemilihan menu. Lalu suasana apakah kekeluargaan, berjiwa muda, atau yang lain.Ketika rasa enak didukung dengan suasana dan tata letak yang apik, katanya biaya mahal pun tak jadi soal bagi pengunjung. Tak jarang, rasa biasa tapi suasana menyenangkan walau harga mahal tapi masih ramai dikunjungi. Rasa uenak tapi tempat standar dengan harga murah, saya rela sering mengunjungi.Jadi, di rumah makan mau menjual makanan atau suasana? Apa yang kau pilih?

Rabu, 02 April 2014

Ragam Bahasa Jawa


Indonesia ini unik. Pulaunya banyak, budayanya unik-unik, bahasanya macem-macem.
Katanya suku terbesar di Indonesia adalah suku Jawa. Otomatis bahasa daerah yang paling banyak dipakai adalah bahasa Jawa. Tapi kalau diperhatikan, bahasa Jawa sendiri banyak macamnya.
Pernah iseng mencari di google tentang Bahasa Jawa. Ternyata Bahasa Jawa dibagi menjadi beberapa bagian, Bahasa Jawa bagian barat, Bahasa Jawa bagian tengah dan Bahasa Jawa bagian timur. Bagian barat identik dengan bahasa ngapak dengan akhiran a. Bahasa Jawa bagian tengah dipengaruhi oleh keraton Mataram dengan akhiran o. Bahasa Jawa bagian timur berakhiran o tapi sedikit lebih kasar dibanding di bagian tengah.
Di Jawa Tengah pun tidak hanya terdiri dari bahasa ngapak dan jawa mataraman. Karena bahasa yang dipergunakan di daerah Pati dan sekitarnya berbeda baik bahasanya maupun dialeknya. Belum lagi bahasa sleng dan bahasa khas suatu kota.
Banyaknya budaya dan bahasa yang ada, seharusnya bukan suatu penghalang. Bikan untuk diperolok dan diperdebatkan. Tapi untuk dilestarikan. Sungguh sayang bila kelak ketika kita tiada, hilang pula bahasa daerah yang beragam rupa.

Sabtu, 29 Maret 2014

Pare

Apa yang terbayang ketika kalau ada yang menyebut "Pare"? Hijau, pahit, bentuk aneh? Memang sih pare rasanya pahit karena memang ada kandungan kukerbitin pada pare. Tapi buat yang ga suka rasa pahit, jangan khawatir. Rasa pahit pada pare bisa dihilangkan.

Cara menghilangkan rasa pahit pare sebetulnya gampang. Remas-remas dengan garam aja. Tapi harus hati-hati, kalo gak bener nyucinya, malah timbul masalah baru. Parenya bisa asin banget ntar. Pernah kejadian waktu pertama kali aku masak tumis pare. Saking banyaknya garam, sampe si pare lebih pahit. Hehe

Pas mau masak ke-2 aku tanya ibuku. Katanya bisa juga pakai air hangat. Akhirnya ku coba. Tapi karena ragu, aku campur dua metode. Pertama aku remas dulu pare dengan garam. Waktu itu 2 buah pare dicampur 1 sendok makan garam, terus diremas dan dicuci. Terus aku rendem pare yang sudah ku remas ke air hangat yang sudah aku bubuhi garam. Katanya kalau sayuran yang warnanya hijau kalau dipanaskan bisa hilang warna hijaunya, kecuali kalau diberi garam. Tanpa ilmu sih ini, hehehe :p . Aku rendam sekitar 15-20 menit, terus disaring.

Sudah prepare pare, aku prepare buat dimasak dong ya.. Aku mau masak tumis aja lah ya.. Soalnya aku juga belum pinter masak. Hehehe

Karena keluargaku suka yang praktis and mencegah bumbu-bumbu cepet busuk, akhirnya diblender trus ditumis. Kalau mau pake ya tinggal disendokin aja. Aku siapin lah duo bawang, cabe, tomat (sudah diblender semua), ikan teri, dan jamur.

Ok, semua bahan siap, tinggal dimasak :D

Mulai dari duo bawang aku cemplungin ke wajan yang sudah diminyakin. Gak usah lama-lama, kan sudah mateng. Langsung masuk jamur, ditunggu sampai jamurnya layu dan aroma langunya hilang. Untuk menghindari gosong, aku tuang air dikiiiiittttt ajah. Terus pare, ikan teri, cabe dan tomat masuk. Tunggu sampe masak. Tumis pare tersedia :D

Pare pahit gitu apa sih untungnya buat kita? Pasti itu yang ada di pikiran kalian. Hasil googling, aku dapat kabar kalo pare bisa menurunkan kadar gula dalam darah alias bisa bermanfaat banget ni buat diabetes. Karena salah satu kandungan pare merangsang sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin yang bisa nurunin kadar gula dalam darah. Tapi, biarpun berkhasiat, jangan makan pare berlebihan ya.. Segala yang berlebihan pasti kurang baik.

Ok, sampai sini dulu berbagi pengalamanku di dapur. Tunggu cerita dapur selanjutnya ya :D


Ledek Bayar


Sebuah acara di sebuah media swasta nasional yang tergolong masih muda cukup menggelitik. Dipandu oleh duo seniman yang memang asik. Lawakannya cukup cerdas, tapi bukan itu yang mau saya komentari. Di acara ini boleh melucu, tapi kalau lawakannya menyela atau menyindir orang lain, harus membayar lima ribu rupiah. Mungkin itu berfungsi untuk lucu-lucuan. Tapi unik.
menurut saya, itu untuk hukuman.

Hari-hari belakangan ini memang banyak acara yang penuh dengan lucu-lucuan. Ada yang melucu bersama, ada juga yang melucu sendiri. Kalau melucu bersama, tak jarang ada unsur kekerasan baik memukul atau menghina. Ada juga yang melucu sendiri tapi juga penuh dengan ledekan yang halus. 

Saya jadi mikir nih, kalau hukuman tiap orang yang meledek harus bayar sejumlah uang dan uangnya dikumpulkan, kira-kira berapa ya uang yang terkumpul? Makin banyak yang terkumpul berarti makin banyak orang yang meledek orang lain. Dari situ kita bisa lihat bagaimana seseorang menghormati orang lain.


Wanita Hebat

Namanya Vida, aku hanya mengenalnya sepintas. Wanita biasa sepertinya, tidak berpangkat setahuku. Dia ibu dari 4 anaknya yang masih mungil. Seorang sarjana hukum di tempatku menimba ilmu. Tapi uniknya dia tidak menjadi hakim, tidak menjadi jaksa, atau tidak menjadi notaris. Dia hanya membuka toko kue kecil di rumahnya.
Keunikannya tidak sampai situ saja, dia terlihat biasa tapi luar biasa. Menginspirasi banyak orang dengan tulisannya. Menginspirasi orang dengan sekolah untuk calon istri dan ibu-ibu. Sekolah pra-nikah yang dulu diadakan di tempat yang sederhana, sekarang telah diorganisir dengan jauh lebih baik.
Di sela-sela memberikan materi, dia menggendong bayinya yang belum sampai 6 bulan. Terkadang dia memohon izin mengangkat telfon dari si bungsu yang menyampaikan bahwa si bungsu telah sampai ke rumah. Sabar dia menanggapi telfon anaknya dan menjelaskan dia dengan simpel tapi tetap mengena.
Kini aku tak pernah bertemu dengannya setelah lulus kuliah. Kakak yang baik, Ibu yang sabar, wanita yang bermanfaat bagi orang lain. Rindu dengan petuahnya, rindu dengan kesabarannya. Betapa beruntung wanita yang tidak bekerja di luar, menjadi wanita sepenuhnya tapi tetap bermanfaat bagi orang lain.

Rabu, 26 Maret 2014

Perkedel tahu pertamaku

Kemarin ibuku membeli tahu. Padahal di kulkas masih ada tahu mentah dan tahu goreng yang belum habis. Mungkin dah pada bosen makan tahu goreng biasa. Yang masak juga bosen sih...

Karena si tahu gampang basi, akhirnya aku browsing pengolahan tahu yang lumayan enak tapi gampang. Kan aku sendiri juga baru latihan masak. Akhirnya aku nemu resep perkedel tahu

Bahannya gampang, cuma tahu yang sudah dihaluskan, daun bawang, duo bawang yang sudah diuleg, garam, lada, telur satu butir, n terigu.

Lihat di dapur ada semua bahan aku memberanikan diri bikin masakan ini. Campur semua bahan, diulen, dibentuk kasar trus digoreng. Simpel.

Eit, tapi bisa dibilang aku musuhan sama gorengan. Kenapa? Minyaknya itu lho suka muncrat :( tapi aku beranikanlah..

Daaaannnn taraaaa jadi deh perkedel tahu pertamaku. Belum pas sih bumbunya.. masih lumayan hambar. Tapi lumayan lah untuk sesuatu yang pertama. Hehe

Nyum.. lapar nih jadinya. Mari makaaaannnn :D

Rabu, 19 Februari 2014

Jadi Orang Baik atau Buruk?

menjadi orang baik tentu harapan semua orang. bahkan orang terbrengsek di dunia pun memiliki harapan untuk menjadi baik walau cuma secuil kuku. kenapa sih harus jadi orang baik? apa enaknya jadi orang baik?

jadi orang baik itu asik lho.. di mana dia pergi, ada yang menemani. ke mana dia melangkah ada yang menyapa. teman di mana-mana. hanya karena dia baik. coba kalau jahat, sikut kanan sikut kiri. mungkin dia punya teman, tapi teman sesaat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya.

tapi ada jeleknya juga jadi orang kelewat baik. karena selalu berfikir positif, terkadang tanpa sadar dijegal orang. ada orang yang gak suka tapi pura-pura jadi temannya. kalau orang jahat biasanya selalu waspada. 

nah lho.. jadi gimana dong? harus jadi orang baik atau orang jahat?

kalau aku secara pribadi sih memilih untuk menjadi baik. gak ada salahnya kok jadi orang baik. ketika dijegal bukannya marah tapi mendoakan kebaikan orang yang menjegal. pahala datang lho.. ketika ada yang mau berteman, ya temani. berikan perhatian yang baik. kalaupun itu hanya untuk dimanfaatkan, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain?

tapi tentu saja menjadi orang baik tidak mudah.. penuh lika liku lah bahasanya. banyak yang harus dipenuhi untuk menjadi orang baik. kapanpun di manapun, harus belajar dan terus belajar untuk menjadi orang baik. setidaknya orang baik dijanjikan ganjaran surga. kenapa tidak mengejar surga?