Selama ini kita selalu belajar dengan orangorang yang sudah mengecap asam garam kehidupan. Sering kali menganggap yang lebih kecil, lebih muda, lebih sedikit tahunya. Meremehkan mereka yang bagi kita kurang pengalaman, sepertinya bukan hal yang baru. Mungkin tak hanya sekali dua kali kita meremehkan mereka, tapi hampir tiap saat.
Hingga usiaku yang seharusnya sudah menimang anak, memang Allah belum karuniakan padaku. Tapi aku punya banyak kesempatan berdekatan dengan anak-anak pintar yang terkadang membuat mengelus dada. Tanpa kusadari, mereka adalah guru yang sangat berharga.
Aura Naila Zulfa. Gadis kecil yang lahir saat aku masih berseragam putih abu-abu. Si kecil yang mengajarkan bagaimana merawat anak, mengurus dan menemani bermain yang ternyata tak mudah. Si kecil yang ceria. Padanya aku belajar banyak tentang dunia anak. Memang tak banyak, tapi cukup berharga untukku. Kini dia sudah SD dan pintar sekali. Pemberani, tidak cengeng, dan insya Allah sholihah.
Rainameera. Si tomboy yang pecicilan. Berbeda dengan Aura dengan kalemnya, si mungil satu ini benar-benar menguras energi. Anak kinestetik yang akan sangat bosan dengan hal-hal yang monoton. Kesukaannya naik ke sana ke mari, pergi dari rumah, benar-benar mengharuskan selalu melihatnya. Lengah sedikit, bisa jadi dia meghilang entah ke mana. Cerdas, cukup sekali melihat sudah paham. Padamu aku belajar kesabaran dan ketelatenan. Benar-benar harus sabar dengan kelincahan dan kepandaian yang luar biasa.
Wafa Nurul Khonsa. Bukan keponakan, hanya seorang anak dari kawan di kos. Gadis kecil yang sangat ceria ini terkadang membuat malu ammah-ammah di kos. Kadang berjalan menuju dapur sambil mendendangkan lagu-lagu yang diajarkan di TPA dekat kos. Tak jarang yang keluar dari mulutnya lantunan Al-Mulk, Al-Fatihah, dan beberapa surat pendek. Si sholihah yang malu mengenakan pakaian yang kurang tertutup, ketika diajak pergi langsung menyambar jilbab. Dirawat dengan cinta dan tauhid yang kental.
Mereka guru-guru kecilku. Memang secara fisik masih mungil, usia masih balita saat mengajariku berbagai macam hal. Tapi rasanya lebih berharga dari kuliah beberapa semester. Pantaslah bila banyak ibu memilih fokus pada anaknya, karena sungguh banyak yang bisa dipelajari dari mereka. Kepolosan dan kesucian mereka, tak jarang menelanjangi pikiran kita yang sudah terlalu ruwet. Mereka calon-calon penerus yang harus dijaga, tapi tidak dikekang dengan keinginan orang dewasa.
I love them so much :*