Senin, 09 Mei 2016

Hijrahnya Supir Taksi

Kisah perjalanan kali ini tentang hidup seorang supir taksi muda. Usianya? Mungkin terpaut 6 tahun lebih tua dariku. Tapi pengalaman hidupnya, kisah hijrahnya, luar biasa.

Berawal dari aku yang tak mau naik taksi bertarif borongan di Stasiun Tugu yang harganya mencekik leher, lalu memutuskan untuk berjalan kaki ke arah Malioboro. Ternyata jalan jauh plus bawa beban di pundak membuatku berpikir ulang dan menghentikan sebuah taksi berwarna hijau. Pengemudi yang ramah dari awal membuka pintu lalu lagu-lagu berbobot yang disetel, membuatku berpikir, 'ini supir bukan orang biasa'. Lalu meluncurlah berbagai kisah mengenai dirinya selama perjalanan menuju kos.

Beliau lulusan UIN Jogja (saat itu masih IAIN). Sempat bekerja sebagaiburu, tapi tak betah. Lalu bekerja sebagai pencatat sipil di KUA di kotanya. Lagi-lagi tak betah. Karena beliau menemukan banyak pelanggaran dalam pernikahan (marriage by accident, nikah kontrak, nikah di bawah umur, dan 'uang' untuk penghulu). Melihat banyak pelanggaran, beliau akhirnya menyudahi pekerjaannya lagi dan merantau ke Jogja.

Sesampainya di Jogja, beliau bertemu dengan seorang artis cantik ibukota yang sedang mencari supir (semoga saya gak salah denger). Mulailah beliau bekerja di dunia gemerlap. Beliau bekerja mensetting alat-alat shooting sinetron di sebuah stasiun TV swasta nasional. Kerja malam, membuatnya rusak. Banyak begadang, minum minuman keras, jarang makan. Hal itu terjadi selama 9 tahun lamanya.

Ternyata Allah masih sayang padanya. Bertemulah ia dengan Teh Peggy Melatisukma yang telah berhijrah. Ketika diajak solat, beliauelihat ibunya berada dalam kondisi menjelang kematian sementara doa-doa dan membaca Al Quran telah terlupa. Di sisi itulah beliau tersadar dan mengundurkan diri dari gemerlap dunia pertelevisian. Betapa gembira Abahnya, hingga diadakan selamatan karena anaknya keluar dari dunia itu. Potong sapi dan umroh sekeluarga menjadi pertanda kegembiraan.

Setahun beliau 'dinetralkan' di sebuah pesantren. Lalu kini memilih menjadi supir taksi. Keberkahan membuatnya bahagia. Uang berlimpah tapi minim keberkahan, tak bisa memberikan kebahagiaan. Justru dengan uang 100 ribu per hari tapi berkah, hati akan terasa penuh dengan kesyukuran.

Setiap orang memang memiliki masa lalu. Bisa jadi masa lalu yang indah, maupun kelam. Tapi apakah kita mau terus di tempat yang kelam, atau menuju cahaya yang terang benderang? Betapa Allah Maha Pengasih dan Penyayang pada setiap makhluk. Ampunannya lebih besar daripada dosa yang pernah kita perbuat. Semoga beliau istiqomah tetap di jalan yang penuh cahaya Allah, dan kita bisa mengambil pelajarannya :)