Rabu, 23 September 2015

Pobia Darah

Sejak kecil aku mencintai pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan kesehatan. Melihat kesukaanku itu, ibu ingin anak perempuan bontotnya ini jadi dokter. Segala buku tentang kesehatan disodorkan dan aku dengan sangat senang hati membacanya. Guru biologi masa SMA pun berharap banyak aku menjadi dokter. Setiap praktikum yang berhubungan dengan kesehatan, aku didahulukan. Maafkan aku ya, Ibu dan Bu Guru yang berharap banyak. Toh kenyataannya aku menolak masuk ke jurusan bergengsi itu hanya demi menghindari ketakutanku pada darah.

Entah sejak kapan, aku memang pusing dengan bau darah. Dengan alasan itu, aku paling anti memakan hati hewan apapun. Bau darah! Pernah suatu pagi di kos, waktu sedang dapat jatah memasak dengan seorang kawan, sebuah insiden terjadi. Saat itu kami ingin memasak sarden. Saat membukanya, tak sengaja tangan kawanku itu terkena pinggiran yang tajam dan cuurrr ... darah mengucur di depan mata. Yang kesakitan baik-baik aja, sedangkan aku langsung lemas, pusing dan mual. Alhasil tak ada sebutirpun nasi yang masuk saat itu.

Saat aku melanjutkan studi di UGM, aku memilih konsentrasi gizi. Kegilaanku dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kesehatan masih ingin kulanjutkan. Toh tidak berhubungan langsung dengan manusia, karena gizi eksperimen memang menggunakan hewan coba. Saat itu kami praktikum menggunakan tikus yang telah diinduksi suatu obat sehingga menjadi diabetes. Pada awal dan akhir praktikum, ada pengambilan darah tikus melalui vena di mata. Mata mereka ditusuk lalu diambil darahnya. Dicek kadar glukosa dalam darah. Sudah bisa dipastikan aku pusing, lemas dan mual. Seharian aku tak nafsu makan.

Kemarin (22/9/2015), aku sedikit bermain debus di area freezer di lantai 4 gedung utama FTP UGM. Aku ingin melubangi sampel yang akan dikering bekukan. Tanpa sengaja gunting yang kugunakan untuk melubangi mengiris jariku. Perih, tentu. Tapi yang kupikir bukan perihnya, terbayang darah yang akan menetes saja sudah membuatku mual. Benar saja, ketika keluar dari freezer darah di tangan mengucur sangat deras. Kuambil apapun di tas yang bisa menutup jari supaya darah tak menetes ke lntai lalu lari dari lantai 4 ke kantin di lantai 1, mencari hansaplas waktu itu.

Darahku mengucur terus dari jam 9 hingga jam 12. Dengan kondisi aku sedang mendapat tamu bulanan, darah mengucur plus mungkin anemia sedang menyerang, rasa lemas bertubi-tubi menghantam. Dengan saran menjauhkan yang terluka dari jantung, mencari es batu, dan entah apa lagi sudah kulakukan tapi darah tetap mengucur. Hingga akhirnya aku diantarkan ke GMC untuk menghentikan pendarahan.

Sebenarnya sakitnya tak seberapa. Aku kuat saja menahannya. Tapi aroma darah dan penampakan darah mengucur deras terus menghantuiku. Jadilah pusing mual sepanjang hari yang membuatku tak bisa melakukan apa-apa. Well, sekarang lukanya sudah membaik, tinggal menunggu membuka perban dua hari lagi.

NB: nulis ini pun perjuangan buatku. Mual plus pusing melanda cuma dengan membayangkan darah. Kayanya pobia darahku cukup parah >_<

Senin, 21 September 2015

Asam Lemak Jenuh, Amankah?



Selama ini yang kita pahami, asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam minyak kelapa merupakan jenis lemak yang jahat karena bisa menaikkan kadar kolesterol jahat atau LDL (Low Density Lipoprotein). Yang digembar-gemborkan selama ini, asam lemak dengan ikatan ganda atau asam lemak tak jenuh lebih aman dan lebih sehat. Dengan konsumsi asam lemak tak jenuh maka akan meningkatkan kadar kolesterol baik atau HDL (High Density Lipoprotein) dan menekan naikknya LDL.

Setelah bertahun-tahun dipercaya oleh masyarakat luas, bahkan diajarkan di berbagai universitas, namun fakta terbaru mengatakan bahwa asam lemak jenuh aman dikonsumsi. Penelitian terdahulu menggunakan sampel manusia yang hidup di daerah non pengkonsumsi asam lemak jenuh dengan tujuan meningkatkan nilai penjualan asam-asam lemak tak jenuh seperti minyak kedelai atau minyak biji bunga matahari. Ternyata penelitian yang dilakukan di daerah pengkonsumsi minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh, tidak terlihat adanya peyakit yang diakibatkan oleh kolesterol.

Asam lemak jenuh lebih aman dikonsumsi mengingat tidak mudah berbau tengik dan berubah formasi. Adanya ikatan rangkap dalam asam lemak tak jenuh mengakibatkan mudah terjadinya perubahan formasi kimiawi dan mengalami ketengikan. Aroma tengik merupakan tanda minyak telah teroksidasi. Oksidasi terjadi akibat asam lemak terpapar cahaya, panas, atau kontak dengan oksigen lalu akan mengasilkan ROS (reaktive oxygen species) yang berbahaya bagi tubuh.

Perubahan formasi kimiawi pada asam lemak tak jenuh kini sangat dihindari. Karena ternyata perubahan formasi asam lemak tak jenuh, terutama asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA), dari cis ke trans dapat meningkatkan LDL dengan signifikan dengan tanpa adanya kenaikan HDL. Perubahan cis ke trans dapat terjadi karena adanya proses hidrogenasi untuk pemadatan minyak pada margarin. Formasi yang seharusnya bengkok berubah menjadi lurus dan tidak dikenali oleh tubuh, maka dianggap sebagai zat asing.

Asam lemak tak jenuh tidak mudah teroksidasi karena tidak mudah memotong asam ikatan-ikatan kimiawinya. Setelah diteliti, asam lemak tak jenuh memang menaikkan LDL. Namun bila dibandingkan dengan minyak trans, kenaikkan LDL jauh lebih sedikit. Bila dengan mengkonsumsi minyak trans tidak akan ada kenaikan HDL, maka konsumsi asam lemak tak jenuh masih ada kenaikan HDL. Sehingga mengkonsumsi minyak dengan kandungan asam lemak tak jenuh masih bisa dikatakan aman.

Ternyata saat ini kolesterol pun dibebaskan dari berbagai tuduhan sebagai agen pembawa penyakit. Di Amerika Serikat saat ini mengatakan bahwa tubuh masih membutuhkan kolesterol. Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh untuk memproduksi hormon, vitamin D, asam empedu, dan sangat dibutuhkan oleh membran sel manusia. Dengan tidak adanya kolesterol dalam tubuh, maka produksi hormon, vitamin D dan asam empedu dapat terganggu. Asam empedu diperlukan dalam penyerapan berbagai vitamin. Dapat dibayangkan apabila dalam tubuh tidak terdapat kolesterol, maka akan terjadi ketidak seimbangan. Namun tentu tidak dengan mengkonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Karena segala sesuatu yang berlebihan tentu tidak baik.


*disarikan dari Seminar PATPI Jogja, Agustus 2015 oleh Prof. Dr. Sri Raharjo