Beberapa kali saya mendapati orang menghindari makan nasi
dan menganggapnya seperti racun yang mematikan. Apa seburuk itu nasi dalam
pandangan kita saat ini? Tapi kenapa baru saat ini saja nasi dikatakan racun
sementara kita –di Indonesia terutama di Jawa- sudah sekian lama makan nasi.
Bahkan ketika zaman para raja dan belum ada penjajahan dulu sudah makan nasi.
Benarkah nasi adalah racun?
12 Desember 2015 lalu saya mengikuti seminar pangan fungsional
dan nutrasetikal di sebuah hotel di Yogyakarta. Salah satu pembicara yang
diundang adalah mantan menteri pertanian zaman pemerintahan Presiden SBY.
Beliau mengupas tentang beras, dan tentunya nasi.
Berdasarkan pemaparan beliau, beras mengandung GABA (gama
amino butiric acid) yang bisa meningkatkan kesehatan mental. Beras juga
memiliki glutenin yang rendah sehingga aman bagi orang yang menderita penyakit
pencernaan. Beras yang tinggi amilosa (peras pera/keras) baik untuk pasien
diabetes. Kadar antioksidan yang tinggi seperti gamma-oryzanol dapat mencegah
kanker. Bahkan ada pula inovasi beras emas, memiliki warna kekuningan yang
mengandung vitamin A. Kandungan protein dalam beras juga memiliki fungsi
kesehatan dan dapat mereduksi tumor.
Namun beras seperti apakah yang baik dikonsumsi? Ternyata
bukan beras putih yang biasa kita makan. Beras coklat atau yang masih
menyisakan bekatul, ternyata lebih baik daripada beras putih. Beras dengan
bekatul dapat menurunkan resiko hiperkolesterolemia dan resiko penyakit
jantung. Bekatul memiliki asam-asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan.
Namun memang lebih mudah rusak.
Untuk mendapatkan beras coklat maupun beras yang masih
memiliki bekatul tidaklah mudah. Lebih mudah mendapatkan beras merah maupun
hitam. Kedua beras ini memiliki komponen bioaktif yang lebih tinggi daripada
beras putih. Warna merah pada beras merah berasal dari antosianin. Antosianin
merupakan antioksidan dari kelompok senyawa polifenol. Salah satu fungsi
antosianin adalah mencegah terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan pembuluh
darah. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa antosianin mampu mencegah diabetes
dan obesitas.
Beras hitam juga mengandung antosianin dengan intensitas
yang lebih tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam. Beras hitam
berbeda dengan ketan hitam. Bila ketan hitam lebih lengket akibat tinggi
kandungan amilosa, bila beras hitam tidak. Beras ini dikatakan aman bagi
penderita diabetes karena memiliki indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik
adalah satuan yang menyatakan kecepatan suatu bahan makanan mempengaruhi kadar
gula dalam darah. Semakin tinggi nilainya, maka semakin cepat terjadi kenaikan
gula darah. Makanan dengan indeks glikemik rendah, disarankan untuk dikonsumsi
oleh penderita diabetes.
Bila dilihat dari kandungan gizi dan komponen bioaktif dalam
beras, seharusnya tidak mengakibatkan penyakit diabetes. Namun sekarang banyak
bermunculan penyakit diabetes dan konsumsi beras (atau nasi) mulai
dipermasalahkan. Bisa jadi yang bermasalah bukan nasi yang dimakan, namun gaya
hidup yang berubah. Bila dulu makan nasi banyak dan tenaga banyak yang
dikeluarkan untuk bercocok tanam, sekarang sudah digantikan dengan duduk diam
di depan komputer dan jarang berolah raga. Jadi sesungguhnya bukan nasi yang
menjadi racun, tapi kita yang enggan untuk bergerak mengakibatkan terjadinya
penumpukan lemak dan memunculkan berbagai masalah kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar