Selasa, 19 Januari 2016

Makan Nasi = Makan Racun?

Beberapa kali saya mendapati orang menghindari makan nasi dan menganggapnya seperti racun yang mematikan. Apa seburuk itu nasi dalam pandangan kita saat ini? Tapi kenapa baru saat ini saja nasi dikatakan racun sementara kita –di Indonesia terutama di Jawa- sudah sekian lama makan nasi. Bahkan ketika zaman para raja dan belum ada penjajahan dulu sudah makan nasi. Benarkah nasi adalah racun?

12 Desember 2015 lalu saya mengikuti seminar pangan fungsional dan nutrasetikal di sebuah hotel di Yogyakarta. Salah satu pembicara yang diundang adalah mantan menteri pertanian zaman pemerintahan Presiden SBY. Beliau mengupas tentang beras, dan tentunya nasi.

Berdasarkan pemaparan beliau, beras mengandung GABA (gama amino butiric acid) yang bisa meningkatkan kesehatan mental. Beras juga memiliki glutenin yang rendah sehingga aman bagi orang yang menderita penyakit pencernaan. Beras yang tinggi amilosa (peras pera/keras) baik untuk pasien diabetes. Kadar antioksidan yang tinggi seperti gamma-oryzanol dapat mencegah kanker. Bahkan ada pula inovasi beras emas, memiliki warna kekuningan yang mengandung vitamin A. Kandungan protein dalam beras juga memiliki fungsi kesehatan dan dapat mereduksi tumor.
Namun beras seperti apakah yang baik dikonsumsi? Ternyata bukan beras putih yang biasa kita makan. Beras coklat atau yang masih menyisakan bekatul, ternyata lebih baik daripada beras putih. Beras dengan bekatul dapat menurunkan resiko hiperkolesterolemia dan resiko penyakit jantung. Bekatul memiliki asam-asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan. Namun memang lebih mudah rusak.

Untuk mendapatkan beras coklat maupun beras yang masih memiliki bekatul tidaklah mudah. Lebih mudah mendapatkan beras merah maupun hitam. Kedua beras ini memiliki komponen bioaktif yang lebih tinggi daripada beras putih. Warna merah pada beras merah berasal dari antosianin. Antosianin merupakan antioksidan dari kelompok senyawa polifenol. Salah satu fungsi antosianin adalah mencegah terjadinya aterosklerosis atau penyumbatan pembuluh darah. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa antosianin mampu mencegah diabetes dan obesitas.

Beras hitam juga mengandung antosianin dengan intensitas yang lebih tinggi sehingga berwarna ungu pekat mendekati hitam. Beras hitam berbeda dengan ketan hitam. Bila ketan hitam lebih lengket akibat tinggi kandungan amilosa, bila beras hitam tidak. Beras ini dikatakan aman bagi penderita diabetes karena memiliki indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik adalah satuan yang menyatakan kecepatan suatu bahan makanan mempengaruhi kadar gula dalam darah. Semakin tinggi nilainya, maka semakin cepat terjadi kenaikan gula darah. Makanan dengan indeks glikemik rendah, disarankan untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes.


Bila dilihat dari kandungan gizi dan komponen bioaktif dalam beras, seharusnya tidak mengakibatkan penyakit diabetes. Namun sekarang banyak bermunculan penyakit diabetes dan konsumsi beras (atau nasi) mulai dipermasalahkan. Bisa jadi yang bermasalah bukan nasi yang dimakan, namun gaya hidup yang berubah. Bila dulu makan nasi banyak dan tenaga banyak yang dikeluarkan untuk bercocok tanam, sekarang sudah digantikan dengan duduk diam di depan komputer dan jarang berolah raga. Jadi sesungguhnya bukan nasi yang menjadi racun, tapi kita yang enggan untuk bergerak mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak dan memunculkan berbagai masalah kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar