Kamis, 14 April 2011

Kartini, Dulu dan Kini

Bulan April, kita kenal terdapat hari khusus yang memperingati hari lahir seorang Ibu yang dianggap sebagai pahlawan bangsa, Ibu Kartini namanya. Ibu Kartini dalam Lagu "ibu Kita kartini" karya W.R. Soepratman yang konon katanya putri sejati pendekar kaumnya untuk merdeka ini adalah salah satu putri bangsawan di masa penjajahan Belanda, lahir di Jepara dan wafat di Rembang. Apa sajakah sepak terjangnya hingga disebut sebagai pahlawan nasional?


Pada masa itu, wanita hanya dikenal sebagai konco wingking. Pekerjaannya hanya seputar dapur, ranjang, dan anak alias momong masak manak saja, tak perlu sekolah tinggi-tinggi. Buat apa sekolah tinggi kalau hanya akan berteman dengan jelaga dan menjadi teman tidur. Sungguh tidak adil, karena wanitalah yang akan mendidik anaknya. Anak yang hebat tentu ada ccampur tangan seorang ibu yang hebat, bukan? 


Dalam persamaan telah terjadi dari zaman Rasulullah SAW, dimana tak ada halangan untuk para wanita belajar, bahkan langsung kepada sumbernya. tak ada halangan sama sekali. Bahkan beberapa nama wanita pun tersebut dalam Al-Quran Al karim. terlaknat bagi orangtua yang mengubur anak perempuannya hidup-hidup sepert yang dilakukan oleh kaum Quraisy sebelum datangnya Islam.


Kembali ke Kartini. Beliau adalah anak bangsawan jawa yang hidup dalam pingitan. Anak ke-5 dari 11 saudara kandung dan tiri ini pernah bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Dari sekolah inilah beliau bisa berbahasa belanda dan menulis berbagai surat dan artikel untuk dikirimkan ke surat kabar. Setelah cukup usianya, beliau menikah dengan bupati rembang dan diperkenankan untuk mendirikan sekolah wanita di belakang komplek kantor kabupaten Rembang. Karena keberaniannya untuk Menciptakan sekolah khusu bagi wanita yang masih dianggap konco wingking inilah, beliau dianugerahi gelar kepahlawanan. Sesungguhnmya tak hanya Kartini yang menjadi pahlawan wanita di Indonesia. Sebutlah Dewi Sartika dari Bandung yang juga membuat sekolah untuk kaum wanita dan ikut dalam pengungsian saat peristiwa Bandung Lautan api, ada Tjut NYak Dien dan Tjut meutia dari Aceh yang ikut mengongkang senjata melawan penjajah Belanda, fan lain sebagainya.


Lalu bagaimanakah kartini saat ini? Ya, kini selalu didengungkan persamaan gender. sesungguhnya penulis kurang setuju dengan persamaan gender, namun yang ada adalah kesetaraan gender. dimana para wanita diberikan ruang gerak yang hampir sama, terutama di bidang pendidikan dengan kaum lelaki namun tanpa melupakan fitrah mereka sebagai perempuan, yaitu mengurus rumah tangga. Banyak diantara kaum perempuan yang salah dalam mengartikannya. Mereka menuntut kesamaan hak antara lelaki dan perempuan, sehingga perempuan dan laki-laki sama persis. Jadi bila Perempuan mengurus rumah, lelakipun begitu. lelaki bekera, wanitapun begitu. Baik lkalau hanya begitu, namun dengan melupakan fitrahnya? Sangat fatal akibatnya. Fitrah wanita adalah mengurus anak dan rumahnya. bila wanita terlalu sibuk mencari uang, maka si kecil tak akan terurus dan tidak akan mengenal ibunya. Fenomena yang sangat sering terjadi adalah anak yang telah dilahirkan menjadi 'anak pembantu' karena si ibu yang terlalu sibuk dan lupa pada anak sendiri. Bagaimana dengan nasib si anak? Bisa ditebak, dia akan kurang kasih sayang. 


Kartini dulu masih dengan fitrahnya menjadi wanita yang mengurus rumah tangganya namun terkungkung untuk tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Kartini kini bebas berekspresi, bisa mengenyam pendidikan yang tinggi namun banyak yang lupa akan fitrah diri. manakah yang kan kau pilih wahai Kartini???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar